IQNA

Pascaserangan Israel, Warga Gaza Bersumpah Bangkit Bangun Kembali Kehidupan Mereka

8:40 - August 10, 2022
Berita ID: 3477139
TEHERAN (IQNA) - Gaza mencoba kembali bangkit dan memulihkan luka-lukanya beberapa jam setelah gencatan senjata dicapai antara Israel dan Jihad Islam Palestina (PIJ). Konflik selama tiga hari itu menewaskan sedikitnya 44 warga Palestina dan lebih dari seratus orang terluka, sebagian besar merupakan warga sipil.

Menurut laporan IQNA seperti dilansir republika.co.id, Penduduk daerah kantong pantai yang terkepung menekankan perlunya melanjutkan tugas membangun kembali kehidupan mereka setelah pemboman membabi buta oleh tentara Israel.

"Tidak mudah bagi kami untuk kembali ke kehidupan kami dengan cepat, dengan puluhan korban di Gaza, tetapi ini adalah hidup dan tidak akan berhenti," kata Omar al-Ghifary (35 tahun), dilansir dari Al Araby, Selasa (9/8/2022).

Ayah dua anak ini merupakan pekerja supermarket di Gaza. Ia mulai menerima pelanggan pertamanya sejak tiga hari penutupan tokonya di tengah serangan Israel di jalur tersebut.

“Kami semua (warga Gaza) berduka atas korban dan keluarga mereka yang menjadi sasaran pembantaian Israel. Tetapi kita harus terus membuktikan kepada pendudukan Israel bahwa kita mencintai kehidupan dan kita akan membangun kembali hidup kita, tidak hanya bangunan tetapi juga kesehatan mental,” ujar Ghifary.

Sejak dini hari, semua lembaga pemerintah dan swasta di seluruh Gaza membuka pintu mereka untuk umum. Supermarket, toko, dan jaringan transportasi juga telah memulihkan operasi di daerah tersebut.

Pada Jumat, Israel melancarkan serangan militer terhadap PIJ dan membunuh komandannya Tayseer al-Jaabari dan tiga asistennya, beberapa hari setelah menahan seorang pemimpin PIJ di Tepi Barat, secara sepihak meningkatkan ketegangan tanpa pembenaran.

Tentara Israel kemudian melakukan puluhan serangan terhadap bangunan tempat tinggal, situs militer, dan properti sipil dengan alasan semua targetnya merupakan milik kelompok Islam, kelompok bersenjata paling kuat kedua Palestina di Jalur Gaza. Pada Ahad malam, Israel dan gerilyawan Jihad Islam menyetujui gencatan senjata yang ditengahi Mesir dengan harapan mengakhiri tiga hari pemboman intens di Jalur Gaza yang terkepung yang telah menewaskan sedikitnya 44 warga Palestina, termasuk 15 anak-anak.

Gencatan senjata, yang secara resmi dimulai pada pukul 23.30 malam (2030 GMT), bertujuan untuk menghentikan pemboman terburuk di Gaza sejak serangan udara 11 hari Israel tahun lalu menghancurkan wilayah pesisir Palestina.

Sebelumnya pada hari itu, pihak berwenang Israel mengumumkan bahwa mereka membuka Erez, penyeberangan utama Gaza untuk pergerakan individu di utara Jalur Gaza, dan Kerem Shalom untuk barang-barang dari dan ke Jalur Gaza.

Direktur penyeberangan Kerem Shalom, Bassam Ghaben mengatakan lusinan truk yang membawa makanan, bantuan kemanusiaan, serta bahan bakar untuk satu-satunya pembangkit listrik telah memasuki Gaza melalui penyeberangan.

“Memasukkan bahan bakar sintetis ke pembangkit listrik akan mencerminkan secara positif pekerjaan pembangkit mengingat defisit energi yang besar,” ujar seorang pejabat di perusahaan listrik Gaza, Mohammed Thabet.

Dia mencatat daerah kantong pantai sudah menderita penurunan jumlah listrik yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan fasilitas di Gaza. Dia meminta masyarakat internasional untuk menekan Israel untuk memisahkan masalah keamanan dan politik dari urusan kemanusiaan dan kehidupan sehari-hari penduduk.

Kementerian Urusan Sipil yang dipimpin Otoritas Palestina, mengatakan pihak berwenang Israel telah membuka penyeberangan Beit Hanoun, yang memungkinkan pasien Gaza, dan orang asing untuk bergerak melalui penyeberangan tersebut.

Koordinator pemerintah Israel di wilayah Palestina, Ghassan Alyan mengatakan dalam sebuah pernyataan pers, bahwa pembukaan kembali penyeberangan dengan Jalur Gaza datang dalam formula "kemanusiaan" hanya berdasarkan penilaian dan keamanan situasi.

“Tidak ada penduduk yang bisa bertahan (perang ini), terutama karena pendudukan Israel tidak membedakan antara militan dan warga sipil,” ujar Lubna al-Harazin, penduduk lain yang berbasis di Gaza.

Ketika Gaza diserang, ibu tiga anak berusia 26 tahun itu berdoa agar umat muslim Palestina tidak menjadi sasaran pembantaian lagi. “Musuh kita dengan sengaja membunuh sebanyak mungkin anak-anak, wanita dan orang tua untuk memaksa perlawanan untuk menerima kondisi mereka,” ungkapnya.

Pascaserangan Israel, Warga Gaza Bersumpah Bangkit Bangun Kembali Kehidupan Mereka

Warga Palestina mencari di antara puing-puing sebuah bangunan di mana Khaled Mansour, seorang militan Jihad Islam terkemuka tewas menyusul serangan udara Israel di Rafah, Jalur Gaza selatan, Minggu, 7 Agustus 2022. Serangan udara Israel menewaskan seorang komandan senior militan Palestina. kelompok Jihad Islam, kata pihak berwenang hari Minggu, pemimpin keduanya dibunuh di tengah meningkatnya konflik lintas batas. (HRY)

Sumber:

captcha